Bahan Belajar Kristen Online dapatkan di:live.sabda.org

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PELITAKU

Menggairahkan Minat Baca

Bangsa Indonesia telah meraih kemerdekaan dari penjajah selama tujuh puluh tahun. Dalam mengisi kemerdekaan ini, diperlukan generasi cerdas dan tangguh dalam memegang kendali pemerintahan. Untuk menjadi generasi yang sesuai harapan bangsa, diperlukan mental yang terdidik dengan baik. Apalagi, pada era pemerintahan Jokowi sekarang ini, slogan revolusi mental kerap didengungkan. Revolusi mental diharapkan bisa membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Negeri Indonesia semakin makmur dan praktik korupsi dapat dikikis habis.

Gerakan revolusi mental tengah diupayakan agar bergulir seperti bola salju. Namun, perubahan mental tidak bisa lepas dari budaya baca. Dengan menciptakan budaya baca di lingkungan generasi bangsa, diharapkan akan lahir masyarakat cerdas dan berkualitas, dan mampu mengendalikan bangsa ini dengan baik. Namun, sayang sekali, budaya gemar membaca masih terasa asing di lingkungan kita. Bagi sebagian orang, membaca adalah hal yang sangat menyenangkan. Sementara, bagi pihak lain, membaca adalah hal yang sangat membosankan. Membaca dianggap sebagai kegiatan yang menjemukan. Kegiatan bergosip, menonton televisi, atau berkumpul dengan teman sebaya dianggap lebih asyik daripada membaca buku.

Gambar: Minat membaca buku

Kita bisa berkaca dari keberhasilan bangsa Jepang dalam membudayakan minat baca bagi masyarakatnya. Orang Jepang terkenal akan kecintaannya terhadap buku sehingga di banyak tempat sering ditemukan warganya sedang membaca buku. Kecintaan mereka terhadap buku sudah tidak bisa dikatakan hanya sebatas kegemaran lagi, tetapi membaca buku sudah menjadi budaya masyarakat Jepang. Masyarakat Jepang terbiasa membaca buku karena dibiasakan membaca buku. Budaya baca orang Jepang juga didukung oleh kecepatan dalam proses penerjemahan buku-buku asing (bahasa Inggris, Perancis, Jerman, dsb.). Konon, kabarnya, sejarah penerjemahan buku-buku asing sudah dimulai pada tahun 1684 seiring dibangunnya institut-institut penerjemahan, dan terus berkembang hingga zaman modern. Biasanya, terjemahan buku bahasa Jepang sudah tersedia dalam beberapa minggu sejak buku dalam bahasa asingnya diterbitkan. Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, disajikan dengan menarik yang membuat minat baca masyarakat semakin tinggi. Itulah salah satu kunci mengapa orang Jepang mudah meraih sukses. Jika masyarakat Jepang bisa selangkah lebih maju dalam budaya baca, bagaimana bangsa Indonesia menyikapi dan mengejar ketertinggalan ini?

Upaya menggairahkan budaya baca sudah sering dilakukan oleh berbagai pihak. Pemerintah, pendidik/guru, pustakawan, penulis, dan orangtua sering dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab secara aktif dalam menumbuhkan minat baca di tanah air. Salah satu elemen penting dalam meningkatkan minat baca adalah pemerintah. Pemerintah, dalam hal ini, berperan sebagai penentu kebijakan utama, terlebih dalam mengokohkan tanggung jawabnya terhadap Undang-Undang Dasar 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa melalui minat baca masyarakat. Bicara tentang budaya baca tidak bisa dipisahkan dari perpustakaan. Keberadaan perpustakaan merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam mendorong masyarakat untuk dapat meningkatkan minat baca. Namun, banyak warga masyarakat yang kurang sadar akan pentingnya perpustakaan. Data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2006 menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sarana utama dalam mendapatkan informasi. Masyarakat lebih memilih menonton televisi (85,9%) dan/atau mendengarkan radio (40,3%) daripada membaca koran (23,5%). (sumber: www.bps.go.id). Rendahnya minat baca dapat berdampak buruk pada kualitas pendidikan. Rendahnya pendidikan berimplikasi pada kemampuan sumber daya manusia dalam mengelola masa depan. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dapat memperpanjang angka kemiskinan. Sumber daya manusia yang berkualitas rendah juga akan memudahkan bangsa lain untuk kembali menjajah bangsa kita. Suatu hal yang patut kita renungkan.

Dalam UU No. 43 Tahun 2007, disebutkan tentang peran dan fungsi perpustakaan. Pemerintah telah menyediakan beragam jenis perpustakaan. Akan tetapi, minat baca masyarakat ternyata masih rendah. Pergeseran informasi dan budaya telah menjadikan masyarakat cenderung bersifat konsumtif dan serba glamor. Lihat saja anak muda zaman sekarang. Lebih suka berkunjung ke pusat perbelanjaan/mal daripada mengunjungi perpustakaan. Melihat fenomena tersebut, perpustakaan perlu mengambil peran aktif agar masyarakat mau melirik dan memanfaatkan sumber-sumber informasi yang disediakannya. Selama ini, persepsi masyarakat terhadap citra perpustakaan masih rendah. Sebagian menganggap bahwa perpustakaan hanya sebagai gudang buku yang kuno dan membosankan. Tentu saja, anggapan keliru tersebut harus diluruskan.

Era digital telah merambah berbagai segi kehidupan, termasuk dalam lingkup perpustakaan. Jika dulu perpustakaan terkesan sebagai tempat yang kurang menarik, tidaklah demikian dengan keberadaan perpustakaan modern saat ini. Banyak perpustakaan yang berbenah dengan memoles tata ruang dan desain mereka secara modern. Bangunan yang megah, koleksi yang lengkap baik manual maupun digital, dan desain yang menarik telah disediakan perpustakaan untuk melayani masyarakat. Perpustakaan bukan sekadar tempat monoton untuk meminjam dan mengembalikan buku saja, melainkan dapat dijadikan wahana untuk bertukar informasi dan berdiskusi. Bahkan, ada perpustakaan yang menyediakan layanan rekreatif di mana pengunjung perpustakaan dimanjakan dengan koleksi hiburan menarik, seperti novel, koleksi musik, tari, dan koleksi hiburan lainnya. Di sinilah, peran perpustakaan dan pustakawan untuk wajib mempromosikan secara gencar kepada masyarakat agar mereka lebih tahu dan lebih dekat dengan ketersediaan beragam sumber informasi yang dimiliki perpustakaan. Pustakawan harus dapat berperan menciptakan inovasi dan strategi baru sehingga masyarakat memiliki ketertarikan terhadap perpustakaan.

Kegemaran membaca tidaklah terwujud secara instan. Selain kedekatan masyarakat dengan ketersediaan sumber informasi, pemerintah juga harus serius mengupayakan promosi budaya gemar membaca dan pemanfaatan perpustakaan. Jika selama ini pemerintah gencar mempromosikan pariwisata, pemerintah juga diharapkan mengupayakan promosi budaya gemar membaca dengan lebih giat lagi. Sudah sepatutnya pemerintah menggalakkan fungsi perpustakaan. Misalnya saja, dengan beriklan di televisi tentang pentingnya budaya baca di kalangan masyarakat. Pemerintah harus mampu mengambil inisiatif yang positif bagi ketersediaan buku bermutu dengan harga terjangkau. Hal ini mencakup pula kewajiban pemerintah untuk mengambil inisiatif terhadap kemungkinan terjadinya kevakuman ketersediaan buku akibat liberalisasi pasar maupun sebab lain di luar kendali pemerintah.

Lembaga pendidikan dan tenaga pendidik juga harus berperan aktif dalam menumbuhkan minat baca di kalangan peserta didiknya. Kurikulum pendidikan seyogyanya mampu mendorong anak didik dalam menumbuhkan minat baca mereka. Proses pembelajaran di sekolah harus dapat mengarahkan peserta didik untuk rajin membaca buku dengan memanfaatkan literatur yang ada di perpustakaan atau sumber lainnya. Guru harus dapat memotivasi anak didik untuk lebih meningkatkan pengetahuan dengan membaca. Tidak dapat dimungkiri, banyak sekali manfaat membaca yang bisa siswa peroleh. Dengan membaca, siswa dapat merasakan perjuangan Bung Karno, Bung Hatta, dan pahlawan yang lain. Kepahlawanan mereka akan dapat dirasakan oleh siswa dengan membaca rekam jejak pejuang kemerdekaan dalam meraih kemerdekaan bangsa. Membaca tidak harus dibatasi pada bidang ilmu yang diajarkan. Penyediaan bacaan yang dapat menunjang ilmu akan sangat bermanfaat bagi kelanjutan siswa dalam mengembangkan kemampuan dan kecerdasan mereka. Peran perpustakaan sekolah perlu lebih ditingkatkan.

Gambar: Anak membaca buku

Tidak ketinggalan pula, peran orangtua sangatlah penting dalam memacu kreativitas anak dalam meningkatkan minat baca mereka. Kecintaan terhadap buku dapat dimulai dari pangkuan ibu dengan mendidik dan mengajarkan anak tentang kebiasaan membaca sejak dini. Peran orangtua dalam membimbing anak-anak untuk membangun minat baca sangat dibutuhkan. Peran penerbit buku juga dibutuhkan untuk menyediakan buku yang berkualitas dan juga menarik untuk dikonsumsi masyarakat. Anak-anak lebih menyukai bahan bacaan yang berwarna dan bergambar menarik. Keterampilan membaca akan tumbuh dengan sendirinya apabila sejak kecil anak dibiasakan untuk membaca. Dengan membaca, anak dapat memiliki pengetahuan yang luas. Dengan menanamkan kegemaran cinta membaca, diharapkan akan tumbuh generasi bangsa yang santun, berakhlak luhur, dan mampu mengatasi persoalan bangsa. Keberhasilan tersebut akan dapat tercapai apabila berbagai pihak saling bergandengan tangan untuk lebih menyukseskannya.

Diambil dari:
Nama situs : UPT Perpustakaan Institut Seni Indonesia Surakarta
URL : http://digilib.isi-ska.ac.id/?p=631
Judul artikel : Menggairahkan Minat Baca di Era Kemerdekaan
Penulis artikel : Wahyu Karminah
Tanggal akses : 8 Februari 2017

Download Audio

Komentar